Sekilas Jejak Pelaku Kesenian Asal Mandar Dan Perkembangannya Saat Ini
Posted by Kompa Dansa Mandar on Sunday, 28 September 2014 |
Makassar,
Mandar,
Opini,
Seni
Sejak semalam (28/08/2014) sampai pagi ini (29/08/2014) melihat foto
Komunitas Sureq Bolong yang melakukan pementasan di Makassar (kiriman dari Jayalangkaraq).
 |
Penampilan Ishak dari Sureq Bolong saat pertunjukan di Kampung Budaya Makassar 2014 (Foto : Ishak ) |
Di Makassar pernah lahir satu kelompok musik
yang bernama Laba-Laba Duda Hitam. Kelompok ini cukup disegani dan
dikenal, paling tidak di gedung kesenian Makassar. Paling
membanggakan karena kelompok ini didominasi orang Mandar, sehingga
karakter dan materi lagu/ pertunjukan mereka itu berpijak pada budaya
Mandar. Sebutlah misalnya sayang-sayang,
paccalong, kalindaqdaq, keke, gongga: dieksplor sedemikian rupa dalam
setiap karya original mereka. Sayangnya kelompok ini berumur pendek,
tapi meninggalkan kesan yang manis.
Saat gaung kelompok ini meredup,
para punggawanya kemudian eksis (makin eksis) di Teater Kampus (Terkam)
Universitas Negeri Makassar. Saya mau bilang, mereka lah para guru saya: orang yang
mengajak saya untuk berteater. Kala itu, orang Mandar lagi yang dominan
di Terkam, sehingga ada plesetan bahwa Terkam itu akronim dari teater
kampung. Saya berani berkata, di fase itu-lah kejayaan Mandar dalam
jagad kesenian di Makassar berada. Tanpa menapikan popularitas Alm.
Nurdahlan Jerana, tapi nanti melalui abang Ishak Jenggot, Dalif Palipoi,
Sahabuddin Mahgana: orang mandar memiliki wadah atau kelompok yang
sangat-sangat berbau Mandar. Alhasil, rumah kost saya (Pondok Anugerah)
di Dg. Tata I disesaki para peteater, pemusik, pelukis dan pesastra:
dan dominan orang Mandar. Dari situlah kemudian, Komunitas Sureq Bolong
dirancang. Selain karna mashab kesenian yang kental, kala itu hanya
Teater Flamboyat yang eksis di Polman: dan tidak ada kualitas yang
terakui tanpa kompetisi. Harus ada komunitas lain beberapa tahun ke
depan (kesimpulannya). Hasil dari proses di atas: Dalif membentuk
Sossorang, Sahabuddin merancang One Do, Ishak tetap di Sureq Bolong yang
kemudian membina Madatte Arts.
Lalu seperti yang kita lihat hari
ini, sanggar seni tumbuh subur di kabupaten Polewali Mandar: lebih berwarna dan dinamis.
Untuk Tinambung saya mencatatnya seperti ini: sebanyak apapun
komunitas yang lahir, loyalitas kepada lembaga tetap terjaga. Saya belum
pernah mendengar ada komunitas di Tinambung yang gulung tikar. Walau
pada kenyataannya, ada lembaga yang dihuni hanya 1-3 orang saja. Tapi
hal ini didukung iklim yang baik: mereka saling bantu lintas lembaga.
Kedewasaan seperti ini yang sangat sulit dilakukan di Polewali. Tapi
lambat laun ke arah itu akan ada: saya mulai saja dari perpecahan di
Madatte yang kemudian melahirkan 2 lembaga (tiga kalau Madatte juga
dihitung). Pada akhirnya kita akan disatukan oleh kebutuhan. Contoh
kasus, Maspit dan Alm. Darmawi pernah masuk formasi Laba-Laba Duda Hitam
sekaligus tetap menjadi anggota TF.
Melalui tulisan pendek ini:
dan mengamati perkembangan Kab. Balanipa, maka: saatnya ada poros
Polewali (hebat dan kreatif dapat dipelajari: hanya persoalan waktu).
Kontributor : Ibnu Masyis
No comments: