Kecapi Mandar Diambang Kepunahan

Kecapi Mandar diambang kepunahan, pelaku seni tradisi di suku Mandar Sulawesi Barat bisa dikatakan sudah sangat berkurang, dari dua jenis pelaku kacaping yang ada yaitu laki-laki dan perempuan, untuk laki-laki (pakkacaping tommuane) tak cukup 10 orang, kondisi lebih parah dialami oleh kacaping perempuang (pakkacaping tobaine) yang hanya menyisakan 2 orang saja pelakunya yang cukup terkenal hingga hari ini, dia adalah Marayama dan Satuni.

Dari dialog Tirai Budaya Sulsel yang berlangsung 07 Mei 2015 yang menghadirkan peneliti budaya Mandar, Ridwan Alimuddin dan praktisi kacaping Tajriani Thalib, serta dipandu pembawa acara Hasan Pinang terungkap bahwa keadaan pakkacaping tobaine Mandar terancam musnah dan tak terwariskan lagi, ditemukan fakta terdapat kesulitan dalam mengajarkan kacaping, ada juga anggapan bahwa belajar kacaping atau mendengarkan kacaping adalah hal yang kampungan, serta sedikitnya minat generasi muda untuk belajar seni musik tradisi ini. 

Saat dialog Tirai Budaya Sulsel, tema Pakkacaping Tobaine Mandar
Saat dialog Tirai Budaya Sulsel, tema Pakkacaping Tobaine Mandar (Foto : Muhammad Qasim)
Lebih jauh tentang Kacaping mandar sekilas alat musik ini jika diperhatikan secara lebih detail punya nilai artistik yang tinggi, ia dbuat dari kayu pohon nangka, yang diharapkan memiliki bobot yang ringan nanmun cukup kuat. Salah satu alasan mengapa menggunakan kayu pohon nangka adalah karena kelebihannya yang tahan terhadap serangan rayap, sehingga kacaping bisa bertahan lama. Saat ini pembuatan kecapi Mandar cukup jarang, pun jika ingin membuat haus dipesan khusus, harga satu unit kacaping bisa berkisar antara Rp 700.000 hingga Rp 1.000.000.

Satu yang unik pula dari kecapi Mandar saat ini adalah senarnya menggunakan tali kopleng motor, tidak menggunakan tali gitar, namun hal yang lebih ekslusif adalah dahulu di tanah Mandar para pemain kecapi menggunakan senar Suasa, yang terbuat dari bahan emas.

Hal yang menarik disampaikan juga adalah bahwa kacaping Mandar dahulu saat melakukan pertunjukan, pelakunya bagaikan "Ariel Peterpan" yang menjadi idola, terlebih jika penampilannya eksentrik atau gondrong. Mereka dipuja saat pertunjuka, bagaikan artis yang datang dan melakukan konser.

Pertunjukan kacaping di Mandar dahulu hingga saat ini biasa ditemukan saat acara sunatan, khataman Al Qur'an dan setelah pernikahan. Berbagai pertunjukan semisal pappamaccoq dengan menghadirkan beberapa gadis cantik didandani lengkap dengan pakaian adat, lalu didepannya diberikan baki (kappar) lalu para penonton akan bergantian memberikan uang ke baki tersebut.

Ada anggapan generasi muda saat ini yang melakoni budaya kecapi Mandar adalah mereka yang masih kampungan, hal ini kemudian yang berusaha dicoba untuk diubah dengan geraan kebudayaan yang dilakukan oleh para budayawan dan pelau seni musik yang ada di Mandar, Sulawesi Barat, berbagai cara telah mereka lakukan, misalnya dengan memasukkan elemen kecapi dalam mata pelajaran seni budaya, mendatangkan langsung pelau kecapi Mandar ke sekolah-sekolah, gerakan individu yang berkelompok diharapkan mampu kembali menghidupkan seni tradisi kecapi Mandar yang tampaknya akan musnah dan tidak terwariskan.


No comments:

Write a Comment


Top