Posted by Kompa Dansa Mandar on Sunday, 1 January 2017 |
Opini
"Kunjungan wisatawan ke Toraja Utara meningkat, kemungkinan akhir-akhir ini berhubungan dengan efek Lolai, Negeri Di Atas Awan, tetapi kunjungan ke Tana Toraja mengalami penurunan, ada apa
gerangan?? Padahal even "Lovely December" sudah dipromosi hingga ke
pusat kota provinsi Sulawesi Selatan, dan dibantu oleh Dinas Pariwisata
Provinsi Sulawesi Selatan "
 |
Perahu nelayan di pesisir Pulau Tangnga, Pulau Salamaq, Binuang, kab. Polewali Mandar (foto : Muhammad Tom Andari) |
|
Menurut opini saya, sesuatu yang jelas adalah karena panorama kampung diatas awannya memang istimewa, disamping belum formal karena belum ada pengelola
wisata termasuk retribusi (lebih ke ekowisata dimana rumah nginapnya
hanya rumah tongkonan warga sebagai homestay yang bisa nego), bisa
mendirikan tenda di puncak, biaya parkir dan jasa lainnya belum berlaku,
walau pelosok tapi fasilitas listrik sudah masuk, 20 km dari Rantepao dan
naik pete2 20rb, ojek juga ada (kata teman).
Strategi yang berlaku meski
tidak dikelola resmi oleh pemerintah, malah lebih leluasa sebab 10 orang
yang naik bisa berlipat-lipat promosi yang dilahirkan melalui media sosial
yang terhitung murah dan praktis. apalagi jika mencapai jumlah ratusan orang.
Ini sebenarnya sama dengan yang dilakukan oleh teman2 Kompadansa Mandar/KDM (hanya khas alam
saja yang beda). Sama juga dengan kawasan persawahan di kampung Rammang-Rammang kab.Maros, Sulawesi Selatan yang pada awalnya dieksplor oleh komunitas kecil yang suka alam
bebas, lalu disambut oleh pemerintah dengan menghelat Full Moon Festival
Rammang-Rammang dengan menawarkan eksotisme bulan purnama, danau-danau kecil serta
disentuh pagelaran kesenian. Demikian pun kampung Lolai di kab. Toraja Utara, Sulawesi Selatan yang sebenarnya
semenjak dari dahulu negeri di atas awan tersebut tertimbun gempita wisata.
Semenjak teknologi informasi berkembang termasuk media sosial baru
keindahan itu terekspos dari hal-hal yang terkecil dan sederhana (berkemah,
selfie dll). Namun dalam hal ini, tidak berarti kita mesti menafikkan
organisasi pengelola termasuk adanya Pokdarwis. Tetapi efesiensi,
ketepatan kerja mesti imbang atau bahkan lebih dari upaya anggaran yang
tersedia dimana tentu dapat berdampak pada kesejahteraan masyarakat
setempat sebagai pendukung utama obyek tersebut.
Coba kita evaluasi
perkembangan area-area wisata yang ada di Sulawesi Barat, atau Polewali Mandar secara
khusus, misal yang ada di Kanang, Binuang, Mampie, Palippis dsb. Apakah ada grafik perkembangan nda, sekali lagi jika soal event
kesenian dan budaya yang dapat menyokong wisata kita, saya berpikir sudah cukup "panas", tetapi eksplor atau pemilahan kekayaan panorama alamnya bagaimana? beribu
berjuta turis pun kita undang pada tiap launching/opening ceremoninya
mungkin tidak akan bertambah lagi kunjungannya (mis. fokus pada satu
obyek wisata). Contoh Mentawai di Sumatra karena ada Ombak nya yang
bagus tuk selancar, pedalaman Ubud di Bali karena ada perbukitan sawah,
sejuk, kental tradisi membuat seniman pelukis dll betah. Akhir-akhir ini NTT
dan Maluku utara ramai terekspos oleh laut dan pantainya.
Dari sekian
yang sudah dirambah oleh teman2 Komunitas Penggiat Budaya dan Wisata Mandar/KDM, terbilang lumayan spot-spot yang dipromokan, asyik dan indah. Dan semestinya kita mengadakan semacam review atau resume dari semua objek keindahan itu. Salam Eksplor,,
Kontributor :
Gambar : Muhammad Tom Andari
Teks : Muhammad Rachmat
No comments: