Tradisi Mappararrang Mata Untuk Belajar Seni Bela Diri Di Suku Mandar

Ini bagian dari rangkaian proses menajamkan penglihatan mata saat belajar seni bela diri di Banggae, kab. Majene , Sulawesi Barat. Meneteskan air perasan jeruk, sedikit darah, dan rumput liar melalui media ujung keris, hingga masuk mengisi mata sepenuhnya. 

tradisi mappararrang mata di suku mandar
Tradisi Mappararrang Mata saat belajar seni bela diri lokal di Suku Mandar (Foto : Abdi Rahman Yusuf)
Sejenak ini tradisi yang lumayan ekstrim, tapi bagi mereka yang pernah menjalani atau melakukannya, rasanya menantang, saya pernah merasakannya "rasanya menantang". Perih memang, tapi setelah itu penglihatan menjadi lebih jelas.



Rasanya "perih sejenak tak tertahan, setelah itu terasa kinclong", itu yang dikatakan Muh. Rafly Rasyid, pemuda yang pernah melakukan tradisi ini. Menurutnya, Jika berniat melakukannya minimal 3 kali dalam 3 minggu, Rafly melakukannya rutin dalam 3 pekan sebelum shalat Jumat.

Bahan-bahan yang harus disiapkan adalah "peloq" (bakal yang mentah), rumput liar, nama lokalnya "Langnga-Langnga Boe" (jenis rumput liar yang digunakan untuk diperas di mata hewan pemburu anjing saat mengendus untuk berburu babi),  jeruk, darah dari ujung ibu jari kaki sendiri, lalu keris yang digunakan juga harus keris yang sudah "pangande" (sudah pernah digunakan untuk menikam dan mengalirkan darah). Cairan dari darah, jeruk nipis, disatukan lalu diperaskan air dari bahan-bahan sebelumnya, lalu dialirkan di keris dan ujungnya jadi tempat untuk meneteskan perasan air dan dijatuhkan hingga mengisi semua ruang mata. 

Ritual atau tradisi unik biasa digunakan untuk menajamkan penglihatan murid-murid yang belajar seni bela diri di kelurahan Galung, kec. Banggae kab. Majene, Sulawesi Barat. Ritual saat ini biasa dilakukan oleh orang tua pengajar seni bela diri.  

Kontributor :
Teks : Abdi Rahman Yusuf
Video : Abdi Rahman Yusuf


No comments:

Write a Comment


Top