Sejauh yang saya ingat mesjid ini tidak pernah berhenti dari aktifitas
renovasi, hingga pada saat ini pun masih terus membenahi penampilannya. Tahun ini (2017) Masjid Nurut Taubah Lapeo, kec. Campalagian, kab. Polewali Mandar
tampil dengan gaya sederhana namun tetap elegan, dominasi warna emas
pada keseluruhan dinding dan langit-langit yang sebelumnya terlihat mewah, kini
berubah menjadi warna putih dan abu-abu.
![]() |
Wajah baru Masjid Nurut Taubah, Lapeo, kec. Campalagian, kab. Polewali Mandar (Foto : Muhammad Putra Ardiansyah) |
Begitupula dengan ruang utama interior masjid semua disulap dengan warna putih. Masjid yang jadi pusat kawasan wisata religi di kec. Campalagian hampir setiap hari disinggahi oleh peziarah. Ini karena dalam area masjid terdapat makam KH. Muhammad Tahir bergelar Imam Lapeo yang dahulu membangun masjid ini dan menyebarkan ajaran Islam hingga ke wilayah kab. Mamuju. Makam dan tempat ibadah ini disinggahi oleh pengunjung untuk beribadah dan ziarah makam.
Satu yang khas dari masjid Nurut Taubah Lapeo adalah bangunan menara yang arsitekturnya mirip dengan menara masjidil Haram di Makkah, Arab Saudi.
![]() |
Menara Masjid Nurut Taubah Lapeo di kec. Campalagian, kab. Polewali Mandar, Sulawesi Barat (Foto : Muhammad Putra Ardiansyah) |
Tahun lalu saya pernah membawa rombongan turis Amerika ke atas menara masjid Nurut Taubah Lapeo. Mereka bertanya "Putra, berapa kapasitas maksimal orang bisa masuk kedalam sini.?" saya menjawab Menaranya masih bisa menampung kita semua, Jawab saya singkat karena sebenarnya saya sendiri tidak tahu berapa
kapasitasnya, yang jelas 1-2 orang saja menaranya bisa oleng
diterpa angin, apalagi jika membawa 10 orang sekaligus. Menara yang didalamnya menggunakan tangga kayu tua yang berderik jika di injak. Menara yang saat kita berada di atas sana rasanya pusing karena menaranya serasa bergerak ke kanan dan ke kiri.
Kontributor :
Teks : Muhammad Putra Ardiansyah
Foto : Muhammad Putra Ardiansyah
No comments:
Post a Comment